1. Obat dan Peran Obat dalam Pelayanan Kesehatan
a. Pengertian Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia)
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh.
Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit.
b. Bahan Obat / Bahan Baku
Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Produk ruahan merupakan tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan pengemasan untuk menjadi obat jadi.
c. Obat Tradisional
Merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
.
d. Penggolongan Obat
Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung.
2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin.
3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter.
4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah.
Obat Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga obat golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit.
e. Peran Obat
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut:
1) Penetapan diagnosa
2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhkan penyakit
4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
6) Peningkatan kesehatan
7) Mengurangi rasa sakit
2. Parameter-parameter Farmakologi
a. Farmakokinetika
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.
Gambar 1.1. Berbagai proses farmakokinetika obat
1) Absorpsi dan Bioavailabilitas
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh 6 ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
3) Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4) Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.
b. Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
1) Mekanisme Kerja Obat
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai
reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis.
2) Reseptor Obat
Struktur kimia suatu obat berhubunga dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem reseptor-efektor sebelum menimbulkan respons.
3) Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respons seluler fisiologis yang spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di membran sel atau di dalam sitoplasmaoleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar. Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH, LH. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D.
4) Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang berupa ikatan kovalen.
5) Antagonisme Farmakodinamika
Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis antagonisme, yaitu antagonisme fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat. Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedang obat yang efeknya dikurangi atau ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.
6) Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau masuk ke komponen sel.
7) Efek Obat
Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ)/proses/tingkah laku organisme hidup akibat kerja obat.
3. Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya
• Bentuk-bentuk obat serta tujuan penggunaannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pulvis (Serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
c. Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
1) Tablet Kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan
2) Tablet Cetak dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
3) Tablet Trikurat tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
4) Tablet Hipodermik dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
5) Tablet Sublingual dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
6) Tablet Bukal digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
7) Tablet Efervescen tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
8) Tablet Kunyah cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
d. Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
e. Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2) Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3) Lebih enak dipandang
4) Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
5) Mudah ditelan.
f. Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
g. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral
(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
h. Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
i. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
j. Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
k. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit.
l. Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
m. Unguenta (Salep)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
n. Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
1) Penggunaan lokal memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
2) Penggunaan sistemik aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
o. Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
p. Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
• Cara pemberian obat serta tujuan penggunaannya adalah sebagai berikut:
a. Oral
Obat yang cara penggunaannya masuk melalui mulut. Keuntungannya relatif aman, praktis, ekonomis. Kerugiannya timbul efek lambat; tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif dan rasa tidak enak penggunaannya terbatas; obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin); obat absorpsi tidak teratur.
Untuk tujuan terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral adalah yang paling menyenangkan dan murah, serta umumnya paling aman. Hanya beberapa obat yang mengalami perusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-muntah, koma, atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui oral tidak dapat dipakai.
b. Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya supaya efeknya lebih cepat karena pembuluh darah bawah lidah merupakan pusat sakit. Misal pada kasus pasien jantung. Keuntungan cara ini efek obat cepat serta kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta)
c. Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat asma. Keuntungannya yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat dikontrol, terhindar dari efek lintas pertama, dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugiannya yaitu, diperlukan alat dan metoda khusus, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru – sekresi saluran nafas, toksisitas pada jantung.
Dalam inhalasi, obat dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi sangat cepat melalui alveoli paru-paru dan membran mukosa pada perjalanan pernafasan.
d. Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya mempercepat kerja obat serta sifatnya lokal dan sistemik. Obat oral sulit/tidak dapat dilakukan karena iritasi lambung, terurai di lambung, terjadi efek lintas pertama. Contoh, asetosal, parasetamol, indometasin, teofilin, barbiturat.
e. Pervaginam
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina, langsung ke pusat sasar. Misal untuk keputihan atau jamur.
f. Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh selain saluran cerna. Tujuannya tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke pembuluh darah. Misal suntikan atau insulin. Efeknya biar langsung sampai sasaran. Keuntungannya yaitu dapat untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, yang sulit menelan/pasien yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi lambung; dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati; bekerja cepat dan dosis ekonomis. Kelemahannya yaitu kurang aman, tidak disukai pasien, berbahaya (suntikan – infeksi).
Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau dipakai baru ditambah aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
g. Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep.
h. Suntikan
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta dibutuhkan kerja cepat.
• Tabel Penggunaan Bentuk Sediaanxz
Cara Pemberian
Bentuk Sediaan Utama
Oral
Tablet, kapsul, larutan (sulotio), sirup, eliksir, suspensi, magma, jel, bubuk
Sublingual
Tablet, trokhisi dan tablet hisap
Parentral
Larutan, suspensi
Epikutan/transdermal
Salep, krim, pasta, plester, bubuk, erosol, latio, tempelan transdermal, cakram, larutan, dan solutio
Konjungtival
Salep
Introakular/intraaural
Larutan, suspensi
Intranasal
Larutan, semprot, inhalan, salep
Intrarespiratori
Erosol
Rektal
Larutan, salep, supositoria
Vaginal
Larutan, salep, busa-busa emulsi, tablet, sisipan, supositoria, spon
Uretral
Larutan, supositoria
4. Terapi Obat Pada Pasien-pasien Khusus
Farmakoterapi merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari obat untuk mencegah, menegakkan diagnostik, menyembuhkan penyakit, memulihkan (rehabilitasi) kesehatan, namun juga untuk mencegah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu (misal: penggunaan obat-obat KB, anastetika umum (hilangnya kesadaran dan respon aktif (nyeri), fisiologi berubah, sehingga dioperasi tidak sakit)). Tujuan terapi adalah untuk menyembuhkan, mengurangi rasa sakit, menghindari komplikasi, serta memperpanjang masa hidup.
a. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Hamil.
Penggunaan obat dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi atau mempengaruhi janin, apabila obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil tembus ke placenta.
Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperoleh ibu diharapkan lebih besar dibanding resiko pada janin.
Sedapat mungkin dihindari penggunaan segala jenis obat pada trimester pertama kehamilan
Bila menggunakan obat saat hamil, maka harus dipilih obat yang paling aman. Obat harus diresepkan pada dosis efektif yang terendah dan untuk jangka waktu pemakaian yang sesingkat mungkin.
b. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Menyusui
Obat yang diminum ibu menyusui dapat menembus air susu sehingga diminum/terminum oleh bayi. Misal, wanita gondok minum obat menyusui tidak dihentikan anak kerdil
Sedapat mungkin menghindari penggunaan obat pada wanita yang menyusui atau menghentikan pemberian air susu ibu (ASI) jika pemakaian obat harus dilanjutkan.
Jika penggunaan obat diperlukan, pakailah obat dengan efek samping teraman, terutama obat-obatan yang memiliki ijin untuk digunakan pada bayi.
Apabila menggunakan obat selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat terhadap efek samping yang mungkin terjadi. Mungkin dapat dianjurkan kepada ibu untuk meminum obat segera setelah menyusui.
c. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Anak
Obat pada anak dapat berpengaruh karena organ-organ pada anak belum sempurna pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah (mempengaruhi organ hati dan ginjal). Pada hati, enzim-enzim belum terbentuk sempurna, sehingga obat tidak termotabolisme dengan baik, mengakibatkan konsentrasi obat yang tinggi di tubuh anak. Pada ginjal, bayi berumur 6 bulang, ginjal belum belum efisien mensekresikan obat sehingga mengakibatkan konsentrasi yang tinggi di darah anak.
Dalam pengobatan, anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai orang dewasa berukuran kecil. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat.
Farmakokinetika pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Dengan memahami perbedaan tersebut akan membantu farmasis klinis dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan dosis, misalnya dalam pengusulan dosis (mg/kg) maupun frekuensi pemberian obat yang berbeda antara anak-anak dengan orang dewasa.
Dosis bagi anak-anak sering sulit untuk ditentukan. Pemanfaatan pengalaman klinis merupakan acuan terbaik dalam menentukan dosis yang paling sesuai untuk bayi maupun anak-anak.
Pemakaian obat yang belum mempunyai ijin untuk digunakan pada anak, walaupun sering dijumpai, harus dipantau secara ketat untuk memastikan bahwa keamanan pasien diutamakan. Penyuluhan kepada pasien anak-anak maupun pengasuhnya dalam bahasa yang mudah dimengerti akan membantu meningkatkan kepatuhan anak terhadap pengobatan.
d. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Lansia
Terdapat perubahan-perubahan fungsi, kemampuan organ menurun, dosis dalam darah meningkat sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam ginjal menurun.
Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi, dan sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dalam penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul.
Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi dengan obat pada pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan hasil terapi. Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat yang tepat serta pengobatan penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua tindakan yang sangat diperlukan.
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia tiga kali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini berpengaruh secara bermakna terhadap segi finansial seperti halnya implikasi teraupetik.
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan, semuanya dapat berperan dalam masalah ini.
e. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Gangguan Ginjal dan Hati
Terjadi karena karena terjadi penurunan fungsi hati dan ginjal. Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit secara kasar/garis besar, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata bukti kejadiannya gangguan ginjal. Bentuk gangguan ginjal yang paling sering diakibatkan oleh obat adalah interstitial nefritis dan glomerulonefritis. Penggunaan obat apa pun yang diketahui berpotensi menimbulkan nephrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua penderita gangguan ginjal.
Pada gagal ginjal, distribusi obat dapat berubah karena terjadi fluktuasi derajat hidrasi atau oleh adanya perubahan pada ikatan protein. Akan tetapi perubahan ikatan protein akan bermakna secara klinis apabila:
1) Lebih dari 90% jumlah obat dalam plasma merupakan bentuk terikat protein.
2) Obat terdistribusi ke jaringan harus dalam jumlah yang kecil.
Ekskresi adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan ginjal. Jika filtrasi glomeruler terganggu oleh penyakit ginjal , maka klirens obat yang terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan menurun dan waktu paruh obat dalam plasma menjadi lebih panjang.
Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu. Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, yang biasanya dinyatakan dalam istilah laju filtrasi glomeruler (LFG). Perubahan dosis yang paling sering dilakukan adalah dengan menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat, atau kombinasi keduanya.
5. Penggolongan Obat pada Saluran Pencernaan
a. Antitukak
Tukak lambung adalah suatu kondisi patologis pada lambung, deudenum, esofagus bagian bawah, dan stoma gastroenterostomi (setelah bedah lambung).
Tujuan terapi tukak lambung adalah meringankan atau menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi yang serius (hemoragi, perforasi, obstruksi), dan mencegah kambuh.
l
b. Antispasmodik
Antispasmodik merupakan dolongan obat yang memiliki sifat sebagai relaksan otot polos. Termasuk dalam kelas ini adalah senyawa yang memiliki efek antikolinergik (lebih tepatnya antimuskarinik) dan antagonis reseptor-dopamin tertentu.
Golongan dari Antipasmodik adalah sebagai berikut:
1.Antimuskarinik
Atropin Sulfat
Ekstrak Beladona
Hiosin Butilbromida
• Buskopan
• Buskopan Plus
• Gitas
Propantelin Bromida
• ProBanthine
2.Antispasmodik lain
Mebeverin Hidroklorida
• Duspatalin
3.Stimulan Motilitas
Cisaprid
c. Antidiare
Golongan dari Antidiare adalah sebagai berikut:
Oralit
• Alphatrolit
• Aqualyte
• Bioralit
2.Adsorben dan Obat Pembunuh Massa
Kaolin, ringan
• Neo Diaform
• Neo Kaolana
• Neo Entrostop
Karbo Absorben
• Karbo Absorben
• Norit
3.Antimotilitas
Codein
Co-Fenotrop
• Lomotil
Loperamid Hidroklorida
• Imomed
• Lodia
• Lomodium
Morfin
4.Pengobatan Diare Kronis
Sulfasalazin
• Sulcolon
Kolesteramin
• Questran
Hidrokortison
d. Pencahar
Pencahar adalah obat yang digunakan untuk memudahkan pelintasan dan pengeluaran tinja dari kolon dan rektum. Pencahar umumnya harus dihindari, kecuali bila ketegangan akan memperparah suatu kondisi (seperti pada angina) atau meningkatkan resiko pendarahan rektal (seperti pada hemoroid). Pencahar juga bermanfaat pada konstipasi kerena obat, untuk pengeluaran parasit setelah pemberian antelmenti, serta untuk membersihkan saluran cerna sebelum pembedahan dan prosedur radiologi. Penyelahgunaan pencahar dapat menyebabkan hipokalemia dan atonia kolon sehingga tidak berfungsi.
Golongan dari Pencahar adalah sebagai berikut:
1.Pencahar Pembentuk Massa
Ishaghula Sekam
• Metamucil
• Mucofalk
• Mulax
2.Pencahar Stimulan
Bisakodil
• Dulcolax
• Laxamex
• Melaxan
Dantron
Natrium Dokusat
• Laxatab
Glyserin
• Glyserin Cap Gajah
• Proconsti
• Triolax
Natrium Pikosulfat
• Laxoberon
3.Pelunak Tinja
Parafin Liquidum
• Laxadin
4.Pencahar Osmotik
Laktulosa
• Duphalac
Magnesium Sulfat
• Garam Inggris Cap Gajah
e. Antihemoroid
Gatal-gatal, rasa nyeri, dan ekskoriasi di anus dan perianus yang lazim dijumpai pada pasien hemoroid, fistulas, dan proktitis sebaiknya diobati dengan aplikasi salep dan supositoria. Pembersihan lokal dengan hati-hati maupun penyesuaian diit guna menghindari tinja yang keras, serta penggunaan pencahar pembentuk massa seperti bran dan diet residu tinggi juga bermanfaat. Pada proktitis, tindakan-tindakan ini dapat menambah pengobatan dengan kortikosteroid atau sulfasalazin.
Golongan dari Antihemoroid adalah sebagai berikut:
1.Sediaan Pelembut
Bismut
• Anusol
• Rako
• Boraginol-N
2.Sediaan Kombinasi dengan Kortikosteroid
Kortikostreroid
• Anusol HC
• Ultraproct
• Boraginal-S
3.Sklerosan Rektal
f. Obat dengan Gangguan Sekresi Pencernaan
Golongan dari obat dengan gangguan sekresi pencernaan adalah sebagai berikut:
1.Obat yang Bekerja pada Kandung Empedu
Asam Kenodeoksikolat
• Chenofalk
Asam Ursodeoksikolat
• Estazor
• Pramur
• Urdafalk
2.Enzim Pencernaan
Pankreatin
• Enzymfort
• Excelase
• Librozym 25
6. Penggolongan Obat pada Saluran Pernafasan
1Antiasma & Bronkodilator
Teofilin
• Asmasolon
• Amilex
• Bronchophylin
Aminofilin
• Decafil
• Aminofusin TPN
• Konisma
Salbutamol
• Astop
• Bromosal
• Butasal
Terbutalin
• Astherin
• Bintasma
• Brasmatic
Bambuterol HCL
• Bambec
Eformoterol Fumarat
• Foradil
Fenoterol Hidrobromida
• Berotec
• Berodual Mdi
Salmeterol
• Serevent Inhaler
• Serevent Rotadisk
Efedrin HCL
• Erladrine
Ipratoprium Bromida
• Atrovent
• Atrovent Udv
• Combivent
2Kortikosteroid
Beklometason Dipropionat
• Beclomet
• Becotide
• Respocort Autohaler
Budesonid
• Inflammide
• Pulmicort
• Pulmicort Respules
Flutikason Propionat
• Flixotide Inhaler
• Flixotide Rotadisk
3Kromoglikat
Natrium Kromoglikat
• Intal 5
Nedokromil Natrium
• Tylade Syncroner
Ketotifen
• Intifen
• Nortifen
• Profilas
4Antihistamin
Akrivastin
• Semprex
Astemizol
• Hismanal
• Hispral
• Lapihis
Setirizin Hidroklorida
• Betarhin
• Cerini
• Incidal OD
Loratadin
• Alloris
• Anhissen
• Clarihis
Terfenadin
• Alpenaso
• Gradane
• Hisdane
Azatadin Maleat
• Zadine
Klorfeniramin Maleat
• Aficitom
• Alleron
• Chlorophen
Dimenhidrinat
• Antimab
• Antimo
• Dramamine
Sinarizin
• Cinnipirine
• Sturgeron
Klemastin
• Tavegyl
Siproheptadin HCL
• Alphahist
• Aprocyn
• Apeton
Hidroksizin Hidroklorida
• Bestalin
• Iterax
Mequitazin
• Meviran
Oksatomid
• Oxtin
• Tinset
Feniramin Maleat
• Avil
Prometazin Hidroklorida
• Camergan
• Phenergan
Prometazin
• Avopreg
Teoklat
Mebhidrolin Napadisilat
• Biolergy
• Histapan
• Interhistin
Oksomemazin
• Comtusi
• Doxergan
Homoklorsiklizin Hidroklorida
• Homoklomin
Deksklorfeniramin Maleat
• Dexteem
• Polamec
• Polofar
Brompheniramin Maleat
Deksbromfeniramin Maleat
• Drixoral
Oksatomid
• Oxtin
• Tinset
Mequitazin
• Meviran
5.Mukolitik
Asetilsistein
• Fliumucil
• Fluimucil Pediatric
• Pectocil
Karbosisetein
• Broncholit
• Muciclar
• Mucocil
Ambroxol
• Ambril
• Berea
• Bronchopront
6Antitusif
Codein
• Codipront
• Codipront Cum Expectorant
Dekstrometorfan
• Romilar
• Zenidex
7.Dekongestan
Pseudoefedrin HCL
• Sudafed
Fenilpropanolamin
• Rhinergal
8Ekspektoran
Gliseril Guaiakolat
• Woods Pepermint
• Versaldex
• Pyril
Deksbromfeniramin
• Drixoral
Tripelenamin
• Neobronco
Piristina
Etil Morfin
• Dionin Cough
Alkaloida opium & morphin
• Doveri
• Pulvis Doveri
Noscapin
• Longatin
• Mercotine
• Neocodin
Isoaminil
• Peracon
Oksolamin
• Bredon
Pipazetat
• Selvigon
Butamirat
• Sinecod
7. Penggolongan Obat pada Antibiotika
Antibiotik adalah zat yang dihasilakn oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Sedangkan antimikroba yaitu obat yang membasmi mikroba khusunya mikroba yang merugikan manusia. Penggunaan antibiotik didasarkan pada:
a. Penyebab infeksi
Proses pemberian antibiotic yang paling baik adalah dengan melakukan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun pada kenyataannya, proses tersebut tidak dapat berjalan karena tidak mungkin melakukan pemeriksaan kepada setiap pasien yang datang karena infeksi, dank arena infeksi yang berat perlu penanganan segera maka pengambilan sample bahan biologic untuk pengembangbiakan dan pemeriksaan kepekaan kuman dapat dilakukan setelah dilakukannya pengobatan terhadap pasien yang bersangkutan.
b. Faktor pasien
Faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotic adalah fungsi organ tubuh pasien yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui dan lain-lain.
• Fungsi Antibiotika
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan kepada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi.
Mekanisme kerja yang terpenting pada antibiotika adalah perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak jaringan tuan rumah. Selain itu, beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel dan membran sel. Namun antibiotika dapat digunakan sebagai non-terapeutis, yaitu sebagai stimulans pertumbuhan pada binatang ternak.
• Penggunaan Antibiotik untuk Profilaksis
Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Untuk melindungi seseorang yang terpajan kuman tertentu.
b. Mencegah endokarditis pada pasien yang mengalami kelainan katup jantung atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan resiko bakteremia, misalnya ekstraksi gigi, pembedahan dan lain-lain.
c. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca bedah.
• Antibiotik Kombinasi
Antibiotik kombinasi diberikan untuk 4 indikasi utama:
a. Pengobatan infeksi campuran, misalnya pasca bedah abdomen.
b. Pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya sepsis, meningitis purulenta.
c. Mendapatkan efek sinergi.
d. Memperlambat timbulnya resistensi, misalnya pada pengobatan tuberkulosis.
• Golongan dari Antibiotik adalah sebagai berikut:
1.Penisilin
Benzatin Penisilin G
• Prokain Penisilin G
• Penadur LA
Phenoxymethyl Penicilline
• Fenocin
• Ospen
• Ven Pee
Kloksalisin
• Meixam
• Ikaclox
• Orbenin
Flucloxacillin
• Alclomex
• Floxapen
Ampicilin
• Dexypen
• Kalpicilin
• Bimapen
Amoksisilin
• Abdimox
• Alphamox
• Amobiotic
Bakampisilin
• Bacacil
Co Amoksiklav
• Amocomb
• Ancla
• Augmentin
Pivampisilin
• Pivamex
Tikarsilin
• Timentin
Piperasilin
• Ledercil
Sulbenisilin
• Kedacilin
2.Sefalosporin (6-059)
Cefaclor
• Capabiotic
• Ceclor
• Cloracef
Cefadroxil
• Alxil
• Bidicef
• Biodroxil
Sefiksim
• Cefspan
• Ceptik
• Comsporin
Sefrozil
• Cefzil
Sefodizim
• Modivid
Cefotaxime
• Clacef
• Claforan
• Clatax
Sefpirom
• Cefrom
Ceftazidime
• Ceftum
• Fortum
Seftibutem
• Cedax
Ceftriaxone
• Broadcef
• Elpicef
• Rochephin
Sefuroxime
• Anbacim
• Cefurox
• Cethixim
Cephalexin
• Cefabiotic
• Ospexin
• Pralexin
Sefamandol
• Dardokef
• Dofacef
Cephradin
• Ceficin
• Dynacef
• Velocef
Cefazolin
• Cefacidal
Sefpodoksim
• Banan
Antibiotik Betalaktam Lainnya
Aztreonam
• Tienam
Meropenem
• Meronem
3.Tetrasiklin
• Bimatra
• Camicyclin
• Combicyclin
Dimeklosiklin Hidroklorida
• Ledermycin
Doxycycline
• Dotur
• Doxin
• Dumoxin
Minosiklin
• Minocin
Oxytetracycline
• Teramycyn
4.Aminoglikosida
Amikasin
• Alostil
• Amikin
Gentamisin
• Ethigent
• Garabiotic
• Garamycin
Kanamycin
• Kanamycin Meiji
Neomisin Sulfat
• Almocyn
Netilmisin
• Netromycin C
Tobramisin
• Dartobcin
• Tobryne
5.Makrolid
Erytromisin
• Alphathrocin
• Bannthrocin
• Camitrocin
Azitromisin
• Aztrin
• Mezatrin
• Zifin
Klaritromisin
• Abbotic
• Clambiotic
• Claros
Roksitromisin
• Anbiolid
• Ixor
• Makrodex
Spiramisin
• Hypermisin
• Osmysin
• Rovadin
6.Kuinolon
Asam Nalidiksat
• Negram
• Urineg
Asam Pipemidat
• Impresial
• Urinter
• Urixin
Ofloksasin
• Akilen
• Betaflox
• Danoflox
Norfloksasin
• Amanita
• Lexinor
• Nopratik
Ciprofloksasin
• Baquinor
• Bernoflox
• Bidiprox
Pefloksasin
• Peflacine
Fleroksasin
• Quinodis
Sparfloksasin
• Zagam
Levofloksasin
• Cravit
• Reskuin
7.Sulfonamide
dan Trimetropim
Trimetoprim
• Tobyprim
• Trisoprim
Cotrimoksazol
• Abatrim
• Bactoprim
• Bactricid
Sulfadiazin
Sulfadimidin
Sulfasalazin
• Sulcolon
8.Antibiotik Lain
Kloramfenikol
• Camicetine
• Chloramex
• Colme
Tiamfenikol
• Biothicol
• Comthycol
• Corsafen
Klindamisin
• Albiotin
• Ancrocid
• Cindala
Linkomisin
• Biolincom
• Lincobiotic
• Lincocin
Vankomisin
• Ladervan
Spektinomisin
• Trobicin
Kolistin
• Colistine
8. Pengetahuan Farmakologi (Obat) bagi Rekam Medis
Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan, tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik atau staf non-medis lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1991) rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnese, penentuan fisik laboratorium, diagnosa, segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan, maupun yang mendapat pelayanan gawat darurat. Sedangkan menurut Huffman (1994) rekam medis adalah himpunan fakta-fakta yang berhubungan dengan riwayat hidup dan kesehatan seorang pasien, termasuk penyakit sekarang dan masa lampau dan tindakan-tindakan yang diberikan untuk pengobatan/perawatan kepada pasien tersebut yang ditulis oleh profesional dalam bidang kesehatan.
Beberapa arti penting pengetahuan farmakologi (obat) bagi rekam medis adalah sebagai berikut:
a. Jaminan Keakuratan Laporan/Informasi
Dari pengertian-pengertian diatas, jelas bahwa di dalam rekam medis mencatat segala hal tentang pengobatan/terapi terhadap pasien, sehingga di dalam rekam medis tidak terlepas dari macam-macam obat yang digunakan dalam pengobatan/terapi tersebut. Data-data inilah yang kemudian akan diolah oleh bagian rekam medis menjadi sebuah laporan yang diperlukan atau dilaporkan kepada pihak menejemen atau pihak luar rumah sakit (Dinas Kesehatan maupun Departemen Kesehatan). Laporan ini nantinya menjadi sebuah informasi untuk menunjang sebuah keputusan. Bagaimana jika rekam medis tidak dibekali oleh pengetahuan
farmakologi (obat)? Olahan data tersebut tidak akan valid atau tidak akurat karena rekam medis akan terasa asing dengan nama atau macam obat-obat tersebut. Diharapkan dengan adanya pengetahuan farmakologi (obat), petugas rekam medis mampu untuk mengenali (familiar) terhadap nama, bentuk, ataupun macam-macam obat yang digunakan dalam tindakan pengobatan, sehingga data-data dari rekam medis dapat diolah dan disajikan secara akurat. Dengan kata lain, keakuratan laporan/informasi diharapkan dapat memperbaiki/menjaga mutu pengambilan keputusan bagi pihak menejemen maupun Dinas Kesehatan/Departemen Kesehatan.
b. Keakuratan Data Medis Pasien
Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit, namun isinya merupakan milik pasien. Di dalam rekam medis terdapat segala bentuk pelayanan yang sudah diberikan oleh pasien, termasuk di dalamnya adalah obat-obat yang digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan/proses penyembuhan pasien. Petugas rekam medis sendiri harus pandai mentelaah/mencerna isi rekam medis (obat) karena rekam medis itu sendiri merupakan bukti pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Manfaat dari hal ini adalah sebagai berikut:
• Penulisan diagnosis yang tidak jelas oleh dokter, dapat dipertegas dengan memperkirakan obat yang digunakan.
• Klaim asuransi biasanya harus mencantumkan obat yang digunakan oleh pasien selama menjalani pelayanan kesehatan, sehingga petugas rekam medis harus tahu (tidak salah/harus akurat) dalam menuliskan obat yang digunakan pada lembar klaim asuransi.
• Data obat yang jelas dapat dijadikan olat komunikasi antar dokter karena (mungkin) tidak setiap pasien ditangani oleh dokter yang sama.
• Rekam medis merupakan bukti pelayanan terhadap pasien, sehingga informasi dan data di dalamnya harus lengkap, jelas, dan akurat (termasuk di dalamnya pemberian obat kepada pasien), sehingga petugas rekam medis harus dapat memahami isi rekam medis itu sendiri.
a. Pengertian Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia)
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh.
Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit.
b. Bahan Obat / Bahan Baku
Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Produk ruahan merupakan tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan pengemasan untuk menjadi obat jadi.
c. Obat Tradisional
Merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
.
d. Penggolongan Obat
Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung.
2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin.
3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter.
4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah.
Obat Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga obat golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit.
e. Peran Obat
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut:
1) Penetapan diagnosa
2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhkan penyakit
4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
6) Peningkatan kesehatan
7) Mengurangi rasa sakit
2. Parameter-parameter Farmakologi
a. Farmakokinetika
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.
Gambar 1.1. Berbagai proses farmakokinetika obat
1) Absorpsi dan Bioavailabilitas
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh 6 ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
3) Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4) Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.
b. Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
1) Mekanisme Kerja Obat
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai
reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis.
2) Reseptor Obat
Struktur kimia suatu obat berhubunga dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem reseptor-efektor sebelum menimbulkan respons.
3) Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respons seluler fisiologis yang spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di membran sel atau di dalam sitoplasmaoleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar. Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH, LH. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D.
4) Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang berupa ikatan kovalen.
5) Antagonisme Farmakodinamika
Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis antagonisme, yaitu antagonisme fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat. Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedang obat yang efeknya dikurangi atau ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.
6) Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau masuk ke komponen sel.
7) Efek Obat
Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ)/proses/tingkah laku organisme hidup akibat kerja obat.
3. Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya
• Bentuk-bentuk obat serta tujuan penggunaannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pulvis (Serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
c. Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
1) Tablet Kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan
2) Tablet Cetak dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
3) Tablet Trikurat tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
4) Tablet Hipodermik dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
5) Tablet Sublingual dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
6) Tablet Bukal digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
7) Tablet Efervescen tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
8) Tablet Kunyah cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
d. Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
e. Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2) Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3) Lebih enak dipandang
4) Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
5) Mudah ditelan.
f. Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
g. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral
(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
h. Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
i. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
j. Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
k. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit.
l. Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
m. Unguenta (Salep)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
n. Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
1) Penggunaan lokal memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
2) Penggunaan sistemik aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
o. Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
p. Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
• Cara pemberian obat serta tujuan penggunaannya adalah sebagai berikut:
a. Oral
Obat yang cara penggunaannya masuk melalui mulut. Keuntungannya relatif aman, praktis, ekonomis. Kerugiannya timbul efek lambat; tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif dan rasa tidak enak penggunaannya terbatas; obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin); obat absorpsi tidak teratur.
Untuk tujuan terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral adalah yang paling menyenangkan dan murah, serta umumnya paling aman. Hanya beberapa obat yang mengalami perusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-muntah, koma, atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui oral tidak dapat dipakai.
b. Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya supaya efeknya lebih cepat karena pembuluh darah bawah lidah merupakan pusat sakit. Misal pada kasus pasien jantung. Keuntungan cara ini efek obat cepat serta kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta)
c. Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat asma. Keuntungannya yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat dikontrol, terhindar dari efek lintas pertama, dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugiannya yaitu, diperlukan alat dan metoda khusus, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru – sekresi saluran nafas, toksisitas pada jantung.
Dalam inhalasi, obat dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi sangat cepat melalui alveoli paru-paru dan membran mukosa pada perjalanan pernafasan.
d. Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya mempercepat kerja obat serta sifatnya lokal dan sistemik. Obat oral sulit/tidak dapat dilakukan karena iritasi lambung, terurai di lambung, terjadi efek lintas pertama. Contoh, asetosal, parasetamol, indometasin, teofilin, barbiturat.
e. Pervaginam
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina, langsung ke pusat sasar. Misal untuk keputihan atau jamur.
f. Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh selain saluran cerna. Tujuannya tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke pembuluh darah. Misal suntikan atau insulin. Efeknya biar langsung sampai sasaran. Keuntungannya yaitu dapat untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, yang sulit menelan/pasien yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi lambung; dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati; bekerja cepat dan dosis ekonomis. Kelemahannya yaitu kurang aman, tidak disukai pasien, berbahaya (suntikan – infeksi).
Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau dipakai baru ditambah aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
g. Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep.
h. Suntikan
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta dibutuhkan kerja cepat.
• Tabel Penggunaan Bentuk Sediaanxz
Cara Pemberian
Bentuk Sediaan Utama
Oral
Tablet, kapsul, larutan (sulotio), sirup, eliksir, suspensi, magma, jel, bubuk
Sublingual
Tablet, trokhisi dan tablet hisap
Parentral
Larutan, suspensi
Epikutan/transdermal
Salep, krim, pasta, plester, bubuk, erosol, latio, tempelan transdermal, cakram, larutan, dan solutio
Konjungtival
Salep
Introakular/intraaural
Larutan, suspensi
Intranasal
Larutan, semprot, inhalan, salep
Intrarespiratori
Erosol
Rektal
Larutan, salep, supositoria
Vaginal
Larutan, salep, busa-busa emulsi, tablet, sisipan, supositoria, spon
Uretral
Larutan, supositoria
4. Terapi Obat Pada Pasien-pasien Khusus
Farmakoterapi merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari obat untuk mencegah, menegakkan diagnostik, menyembuhkan penyakit, memulihkan (rehabilitasi) kesehatan, namun juga untuk mencegah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu (misal: penggunaan obat-obat KB, anastetika umum (hilangnya kesadaran dan respon aktif (nyeri), fisiologi berubah, sehingga dioperasi tidak sakit)). Tujuan terapi adalah untuk menyembuhkan, mengurangi rasa sakit, menghindari komplikasi, serta memperpanjang masa hidup.
a. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Hamil.
Penggunaan obat dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi atau mempengaruhi janin, apabila obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil tembus ke placenta.
Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperoleh ibu diharapkan lebih besar dibanding resiko pada janin.
Sedapat mungkin dihindari penggunaan segala jenis obat pada trimester pertama kehamilan
Bila menggunakan obat saat hamil, maka harus dipilih obat yang paling aman. Obat harus diresepkan pada dosis efektif yang terendah dan untuk jangka waktu pemakaian yang sesingkat mungkin.
b. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Menyusui
Obat yang diminum ibu menyusui dapat menembus air susu sehingga diminum/terminum oleh bayi. Misal, wanita gondok minum obat menyusui tidak dihentikan anak kerdil
Sedapat mungkin menghindari penggunaan obat pada wanita yang menyusui atau menghentikan pemberian air susu ibu (ASI) jika pemakaian obat harus dilanjutkan.
Jika penggunaan obat diperlukan, pakailah obat dengan efek samping teraman, terutama obat-obatan yang memiliki ijin untuk digunakan pada bayi.
Apabila menggunakan obat selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat terhadap efek samping yang mungkin terjadi. Mungkin dapat dianjurkan kepada ibu untuk meminum obat segera setelah menyusui.
c. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Anak
Obat pada anak dapat berpengaruh karena organ-organ pada anak belum sempurna pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah (mempengaruhi organ hati dan ginjal). Pada hati, enzim-enzim belum terbentuk sempurna, sehingga obat tidak termotabolisme dengan baik, mengakibatkan konsentrasi obat yang tinggi di tubuh anak. Pada ginjal, bayi berumur 6 bulang, ginjal belum belum efisien mensekresikan obat sehingga mengakibatkan konsentrasi yang tinggi di darah anak.
Dalam pengobatan, anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai orang dewasa berukuran kecil. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat.
Farmakokinetika pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Dengan memahami perbedaan tersebut akan membantu farmasis klinis dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan dosis, misalnya dalam pengusulan dosis (mg/kg) maupun frekuensi pemberian obat yang berbeda antara anak-anak dengan orang dewasa.
Dosis bagi anak-anak sering sulit untuk ditentukan. Pemanfaatan pengalaman klinis merupakan acuan terbaik dalam menentukan dosis yang paling sesuai untuk bayi maupun anak-anak.
Pemakaian obat yang belum mempunyai ijin untuk digunakan pada anak, walaupun sering dijumpai, harus dipantau secara ketat untuk memastikan bahwa keamanan pasien diutamakan. Penyuluhan kepada pasien anak-anak maupun pengasuhnya dalam bahasa yang mudah dimengerti akan membantu meningkatkan kepatuhan anak terhadap pengobatan.
d. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Lansia
Terdapat perubahan-perubahan fungsi, kemampuan organ menurun, dosis dalam darah meningkat sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam ginjal menurun.
Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi, dan sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dalam penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul.
Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi dengan obat pada pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan hasil terapi. Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat yang tepat serta pengobatan penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua tindakan yang sangat diperlukan.
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia tiga kali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini berpengaruh secara bermakna terhadap segi finansial seperti halnya implikasi teraupetik.
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan, semuanya dapat berperan dalam masalah ini.
e. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Gangguan Ginjal dan Hati
Terjadi karena karena terjadi penurunan fungsi hati dan ginjal. Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit secara kasar/garis besar, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata bukti kejadiannya gangguan ginjal. Bentuk gangguan ginjal yang paling sering diakibatkan oleh obat adalah interstitial nefritis dan glomerulonefritis. Penggunaan obat apa pun yang diketahui berpotensi menimbulkan nephrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua penderita gangguan ginjal.
Pada gagal ginjal, distribusi obat dapat berubah karena terjadi fluktuasi derajat hidrasi atau oleh adanya perubahan pada ikatan protein. Akan tetapi perubahan ikatan protein akan bermakna secara klinis apabila:
1) Lebih dari 90% jumlah obat dalam plasma merupakan bentuk terikat protein.
2) Obat terdistribusi ke jaringan harus dalam jumlah yang kecil.
Ekskresi adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan ginjal. Jika filtrasi glomeruler terganggu oleh penyakit ginjal , maka klirens obat yang terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan menurun dan waktu paruh obat dalam plasma menjadi lebih panjang.
Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu. Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, yang biasanya dinyatakan dalam istilah laju filtrasi glomeruler (LFG). Perubahan dosis yang paling sering dilakukan adalah dengan menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat, atau kombinasi keduanya.
5. Penggolongan Obat pada Saluran Pencernaan
a. Antitukak
Tukak lambung adalah suatu kondisi patologis pada lambung, deudenum, esofagus bagian bawah, dan stoma gastroenterostomi (setelah bedah lambung).
Tujuan terapi tukak lambung adalah meringankan atau menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi yang serius (hemoragi, perforasi, obstruksi), dan mencegah kambuh.
l
b. Antispasmodik
Antispasmodik merupakan dolongan obat yang memiliki sifat sebagai relaksan otot polos. Termasuk dalam kelas ini adalah senyawa yang memiliki efek antikolinergik (lebih tepatnya antimuskarinik) dan antagonis reseptor-dopamin tertentu.
Golongan dari Antipasmodik adalah sebagai berikut:
1.Antimuskarinik
Atropin Sulfat
Ekstrak Beladona
Hiosin Butilbromida
• Buskopan
• Buskopan Plus
• Gitas
Propantelin Bromida
• ProBanthine
2.Antispasmodik lain
Mebeverin Hidroklorida
• Duspatalin
3.Stimulan Motilitas
Cisaprid
c. Antidiare
Golongan dari Antidiare adalah sebagai berikut:
Oralit
• Alphatrolit
• Aqualyte
• Bioralit
2.Adsorben dan Obat Pembunuh Massa
Kaolin, ringan
• Neo Diaform
• Neo Kaolana
• Neo Entrostop
Karbo Absorben
• Karbo Absorben
• Norit
3.Antimotilitas
Codein
Co-Fenotrop
• Lomotil
Loperamid Hidroklorida
• Imomed
• Lodia
• Lomodium
Morfin
4.Pengobatan Diare Kronis
Sulfasalazin
• Sulcolon
Kolesteramin
• Questran
Hidrokortison
d. Pencahar
Pencahar adalah obat yang digunakan untuk memudahkan pelintasan dan pengeluaran tinja dari kolon dan rektum. Pencahar umumnya harus dihindari, kecuali bila ketegangan akan memperparah suatu kondisi (seperti pada angina) atau meningkatkan resiko pendarahan rektal (seperti pada hemoroid). Pencahar juga bermanfaat pada konstipasi kerena obat, untuk pengeluaran parasit setelah pemberian antelmenti, serta untuk membersihkan saluran cerna sebelum pembedahan dan prosedur radiologi. Penyelahgunaan pencahar dapat menyebabkan hipokalemia dan atonia kolon sehingga tidak berfungsi.
Golongan dari Pencahar adalah sebagai berikut:
1.Pencahar Pembentuk Massa
Ishaghula Sekam
• Metamucil
• Mucofalk
• Mulax
2.Pencahar Stimulan
Bisakodil
• Dulcolax
• Laxamex
• Melaxan
Dantron
Natrium Dokusat
• Laxatab
Glyserin
• Glyserin Cap Gajah
• Proconsti
• Triolax
Natrium Pikosulfat
• Laxoberon
3.Pelunak Tinja
Parafin Liquidum
• Laxadin
4.Pencahar Osmotik
Laktulosa
• Duphalac
Magnesium Sulfat
• Garam Inggris Cap Gajah
e. Antihemoroid
Gatal-gatal, rasa nyeri, dan ekskoriasi di anus dan perianus yang lazim dijumpai pada pasien hemoroid, fistulas, dan proktitis sebaiknya diobati dengan aplikasi salep dan supositoria. Pembersihan lokal dengan hati-hati maupun penyesuaian diit guna menghindari tinja yang keras, serta penggunaan pencahar pembentuk massa seperti bran dan diet residu tinggi juga bermanfaat. Pada proktitis, tindakan-tindakan ini dapat menambah pengobatan dengan kortikosteroid atau sulfasalazin.
Golongan dari Antihemoroid adalah sebagai berikut:
1.Sediaan Pelembut
Bismut
• Anusol
• Rako
• Boraginol-N
2.Sediaan Kombinasi dengan Kortikosteroid
Kortikostreroid
• Anusol HC
• Ultraproct
• Boraginal-S
3.Sklerosan Rektal
f. Obat dengan Gangguan Sekresi Pencernaan
Golongan dari obat dengan gangguan sekresi pencernaan adalah sebagai berikut:
1.Obat yang Bekerja pada Kandung Empedu
Asam Kenodeoksikolat
• Chenofalk
Asam Ursodeoksikolat
• Estazor
• Pramur
• Urdafalk
2.Enzim Pencernaan
Pankreatin
• Enzymfort
• Excelase
• Librozym 25
6. Penggolongan Obat pada Saluran Pernafasan
1Antiasma & Bronkodilator
Teofilin
• Asmasolon
• Amilex
• Bronchophylin
Aminofilin
• Decafil
• Aminofusin TPN
• Konisma
Salbutamol
• Astop
• Bromosal
• Butasal
Terbutalin
• Astherin
• Bintasma
• Brasmatic
Bambuterol HCL
• Bambec
Eformoterol Fumarat
• Foradil
Fenoterol Hidrobromida
• Berotec
• Berodual Mdi
Salmeterol
• Serevent Inhaler
• Serevent Rotadisk
Efedrin HCL
• Erladrine
Ipratoprium Bromida
• Atrovent
• Atrovent Udv
• Combivent
2Kortikosteroid
Beklometason Dipropionat
• Beclomet
• Becotide
• Respocort Autohaler
Budesonid
• Inflammide
• Pulmicort
• Pulmicort Respules
Flutikason Propionat
• Flixotide Inhaler
• Flixotide Rotadisk
3Kromoglikat
Natrium Kromoglikat
• Intal 5
Nedokromil Natrium
• Tylade Syncroner
Ketotifen
• Intifen
• Nortifen
• Profilas
4Antihistamin
Akrivastin
• Semprex
Astemizol
• Hismanal
• Hispral
• Lapihis
Setirizin Hidroklorida
• Betarhin
• Cerini
• Incidal OD
Loratadin
• Alloris
• Anhissen
• Clarihis
Terfenadin
• Alpenaso
• Gradane
• Hisdane
Azatadin Maleat
• Zadine
Klorfeniramin Maleat
• Aficitom
• Alleron
• Chlorophen
Dimenhidrinat
• Antimab
• Antimo
• Dramamine
Sinarizin
• Cinnipirine
• Sturgeron
Klemastin
• Tavegyl
Siproheptadin HCL
• Alphahist
• Aprocyn
• Apeton
Hidroksizin Hidroklorida
• Bestalin
• Iterax
Mequitazin
• Meviran
Oksatomid
• Oxtin
• Tinset
Feniramin Maleat
• Avil
Prometazin Hidroklorida
• Camergan
• Phenergan
Prometazin
• Avopreg
Teoklat
Mebhidrolin Napadisilat
• Biolergy
• Histapan
• Interhistin
Oksomemazin
• Comtusi
• Doxergan
Homoklorsiklizin Hidroklorida
• Homoklomin
Deksklorfeniramin Maleat
• Dexteem
• Polamec
• Polofar
Brompheniramin Maleat
Deksbromfeniramin Maleat
• Drixoral
Oksatomid
• Oxtin
• Tinset
Mequitazin
• Meviran
5.Mukolitik
Asetilsistein
• Fliumucil
• Fluimucil Pediatric
• Pectocil
Karbosisetein
• Broncholit
• Muciclar
• Mucocil
Ambroxol
• Ambril
• Berea
• Bronchopront
6Antitusif
Codein
• Codipront
• Codipront Cum Expectorant
Dekstrometorfan
• Romilar
• Zenidex
7.Dekongestan
Pseudoefedrin HCL
• Sudafed
Fenilpropanolamin
• Rhinergal
8Ekspektoran
Gliseril Guaiakolat
• Woods Pepermint
• Versaldex
• Pyril
Deksbromfeniramin
• Drixoral
Tripelenamin
• Neobronco
Piristina
Etil Morfin
• Dionin Cough
Alkaloida opium & morphin
• Doveri
• Pulvis Doveri
Noscapin
• Longatin
• Mercotine
• Neocodin
Isoaminil
• Peracon
Oksolamin
• Bredon
Pipazetat
• Selvigon
Butamirat
• Sinecod
7. Penggolongan Obat pada Antibiotika
Antibiotik adalah zat yang dihasilakn oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Sedangkan antimikroba yaitu obat yang membasmi mikroba khusunya mikroba yang merugikan manusia. Penggunaan antibiotik didasarkan pada:
a. Penyebab infeksi
Proses pemberian antibiotic yang paling baik adalah dengan melakukan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun pada kenyataannya, proses tersebut tidak dapat berjalan karena tidak mungkin melakukan pemeriksaan kepada setiap pasien yang datang karena infeksi, dank arena infeksi yang berat perlu penanganan segera maka pengambilan sample bahan biologic untuk pengembangbiakan dan pemeriksaan kepekaan kuman dapat dilakukan setelah dilakukannya pengobatan terhadap pasien yang bersangkutan.
b. Faktor pasien
Faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotic adalah fungsi organ tubuh pasien yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui dan lain-lain.
• Fungsi Antibiotika
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan kepada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi.
Mekanisme kerja yang terpenting pada antibiotika adalah perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak jaringan tuan rumah. Selain itu, beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel dan membran sel. Namun antibiotika dapat digunakan sebagai non-terapeutis, yaitu sebagai stimulans pertumbuhan pada binatang ternak.
• Penggunaan Antibiotik untuk Profilaksis
Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Untuk melindungi seseorang yang terpajan kuman tertentu.
b. Mencegah endokarditis pada pasien yang mengalami kelainan katup jantung atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan resiko bakteremia, misalnya ekstraksi gigi, pembedahan dan lain-lain.
c. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca bedah.
• Antibiotik Kombinasi
Antibiotik kombinasi diberikan untuk 4 indikasi utama:
a. Pengobatan infeksi campuran, misalnya pasca bedah abdomen.
b. Pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya sepsis, meningitis purulenta.
c. Mendapatkan efek sinergi.
d. Memperlambat timbulnya resistensi, misalnya pada pengobatan tuberkulosis.
• Golongan dari Antibiotik adalah sebagai berikut:
1.Penisilin
Benzatin Penisilin G
• Prokain Penisilin G
• Penadur LA
Phenoxymethyl Penicilline
• Fenocin
• Ospen
• Ven Pee
Kloksalisin
• Meixam
• Ikaclox
• Orbenin
Flucloxacillin
• Alclomex
• Floxapen
Ampicilin
• Dexypen
• Kalpicilin
• Bimapen
Amoksisilin
• Abdimox
• Alphamox
• Amobiotic
Bakampisilin
• Bacacil
Co Amoksiklav
• Amocomb
• Ancla
• Augmentin
Pivampisilin
• Pivamex
Tikarsilin
• Timentin
Piperasilin
• Ledercil
Sulbenisilin
• Kedacilin
2.Sefalosporin (6-059)
Cefaclor
• Capabiotic
• Ceclor
• Cloracef
Cefadroxil
• Alxil
• Bidicef
• Biodroxil
Sefiksim
• Cefspan
• Ceptik
• Comsporin
Sefrozil
• Cefzil
Sefodizim
• Modivid
Cefotaxime
• Clacef
• Claforan
• Clatax
Sefpirom
• Cefrom
Ceftazidime
• Ceftum
• Fortum
Seftibutem
• Cedax
Ceftriaxone
• Broadcef
• Elpicef
• Rochephin
Sefuroxime
• Anbacim
• Cefurox
• Cethixim
Cephalexin
• Cefabiotic
• Ospexin
• Pralexin
Sefamandol
• Dardokef
• Dofacef
Cephradin
• Ceficin
• Dynacef
• Velocef
Cefazolin
• Cefacidal
Sefpodoksim
• Banan
Antibiotik Betalaktam Lainnya
Aztreonam
• Tienam
Meropenem
• Meronem
3.Tetrasiklin
• Bimatra
• Camicyclin
• Combicyclin
Dimeklosiklin Hidroklorida
• Ledermycin
Doxycycline
• Dotur
• Doxin
• Dumoxin
Minosiklin
• Minocin
Oxytetracycline
• Teramycyn
4.Aminoglikosida
Amikasin
• Alostil
• Amikin
Gentamisin
• Ethigent
• Garabiotic
• Garamycin
Kanamycin
• Kanamycin Meiji
Neomisin Sulfat
• Almocyn
Netilmisin
• Netromycin C
Tobramisin
• Dartobcin
• Tobryne
5.Makrolid
Erytromisin
• Alphathrocin
• Bannthrocin
• Camitrocin
Azitromisin
• Aztrin
• Mezatrin
• Zifin
Klaritromisin
• Abbotic
• Clambiotic
• Claros
Roksitromisin
• Anbiolid
• Ixor
• Makrodex
Spiramisin
• Hypermisin
• Osmysin
• Rovadin
6.Kuinolon
Asam Nalidiksat
• Negram
• Urineg
Asam Pipemidat
• Impresial
• Urinter
• Urixin
Ofloksasin
• Akilen
• Betaflox
• Danoflox
Norfloksasin
• Amanita
• Lexinor
• Nopratik
Ciprofloksasin
• Baquinor
• Bernoflox
• Bidiprox
Pefloksasin
• Peflacine
Fleroksasin
• Quinodis
Sparfloksasin
• Zagam
Levofloksasin
• Cravit
• Reskuin
7.Sulfonamide
dan Trimetropim
Trimetoprim
• Tobyprim
• Trisoprim
Cotrimoksazol
• Abatrim
• Bactoprim
• Bactricid
Sulfadiazin
Sulfadimidin
Sulfasalazin
• Sulcolon
8.Antibiotik Lain
Kloramfenikol
• Camicetine
• Chloramex
• Colme
Tiamfenikol
• Biothicol
• Comthycol
• Corsafen
Klindamisin
• Albiotin
• Ancrocid
• Cindala
Linkomisin
• Biolincom
• Lincobiotic
• Lincocin
Vankomisin
• Ladervan
Spektinomisin
• Trobicin
Kolistin
• Colistine
8. Pengetahuan Farmakologi (Obat) bagi Rekam Medis
Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan, tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik atau staf non-medis lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1991) rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnese, penentuan fisik laboratorium, diagnosa, segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan, maupun yang mendapat pelayanan gawat darurat. Sedangkan menurut Huffman (1994) rekam medis adalah himpunan fakta-fakta yang berhubungan dengan riwayat hidup dan kesehatan seorang pasien, termasuk penyakit sekarang dan masa lampau dan tindakan-tindakan yang diberikan untuk pengobatan/perawatan kepada pasien tersebut yang ditulis oleh profesional dalam bidang kesehatan.
Beberapa arti penting pengetahuan farmakologi (obat) bagi rekam medis adalah sebagai berikut:
a. Jaminan Keakuratan Laporan/Informasi
Dari pengertian-pengertian diatas, jelas bahwa di dalam rekam medis mencatat segala hal tentang pengobatan/terapi terhadap pasien, sehingga di dalam rekam medis tidak terlepas dari macam-macam obat yang digunakan dalam pengobatan/terapi tersebut. Data-data inilah yang kemudian akan diolah oleh bagian rekam medis menjadi sebuah laporan yang diperlukan atau dilaporkan kepada pihak menejemen atau pihak luar rumah sakit (Dinas Kesehatan maupun Departemen Kesehatan). Laporan ini nantinya menjadi sebuah informasi untuk menunjang sebuah keputusan. Bagaimana jika rekam medis tidak dibekali oleh pengetahuan
farmakologi (obat)? Olahan data tersebut tidak akan valid atau tidak akurat karena rekam medis akan terasa asing dengan nama atau macam obat-obat tersebut. Diharapkan dengan adanya pengetahuan farmakologi (obat), petugas rekam medis mampu untuk mengenali (familiar) terhadap nama, bentuk, ataupun macam-macam obat yang digunakan dalam tindakan pengobatan, sehingga data-data dari rekam medis dapat diolah dan disajikan secara akurat. Dengan kata lain, keakuratan laporan/informasi diharapkan dapat memperbaiki/menjaga mutu pengambilan keputusan bagi pihak menejemen maupun Dinas Kesehatan/Departemen Kesehatan.
b. Keakuratan Data Medis Pasien
Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit, namun isinya merupakan milik pasien. Di dalam rekam medis terdapat segala bentuk pelayanan yang sudah diberikan oleh pasien, termasuk di dalamnya adalah obat-obat yang digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan/proses penyembuhan pasien. Petugas rekam medis sendiri harus pandai mentelaah/mencerna isi rekam medis (obat) karena rekam medis itu sendiri merupakan bukti pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Manfaat dari hal ini adalah sebagai berikut:
• Penulisan diagnosis yang tidak jelas oleh dokter, dapat dipertegas dengan memperkirakan obat yang digunakan.
• Klaim asuransi biasanya harus mencantumkan obat yang digunakan oleh pasien selama menjalani pelayanan kesehatan, sehingga petugas rekam medis harus tahu (tidak salah/harus akurat) dalam menuliskan obat yang digunakan pada lembar klaim asuransi.
• Data obat yang jelas dapat dijadikan olat komunikasi antar dokter karena (mungkin) tidak setiap pasien ditangani oleh dokter yang sama.
• Rekam medis merupakan bukti pelayanan terhadap pasien, sehingga informasi dan data di dalamnya harus lengkap, jelas, dan akurat (termasuk di dalamnya pemberian obat kepada pasien), sehingga petugas rekam medis harus dapat memahami isi rekam medis itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar